Standar Profesi Notaris


STANDAR PROFESI NOTARIS

Sebelum membahas Standar Profesi, maka dipahami terlebih dahulu tentang pengertian “profesi”. Secara sederhana, profesi dapat diartikan sebagai pekerjaan yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
a.       Mengutamakan keahlian atau keterampilan khusus;
b.      Meliputi bidang tertentu (spesialisasi);
c.       Bersifat tetap atau terus menerus;
d.      Bertanggung jawab kepada diri sendiri maupun kepada masyarakat;
e.       Lebih mengutamakan pelayanan dari pada imbalan
f.        Memerlukan izin dari institusi yang berwenang; dan
g.      Berkelompok dalam suatu organisasi.
Apakah jabatan Notaris memenuhi kriteria di atas?
Jawaban ya, berturut-turut terbukti dari ketentuan : Pasal 3 hururf 3 dan f; Pasal 1 angka 1 dan pasal 15; Pasal 3 huruf c jo. Pasal 8 ayat (1) uruf b dan Pasal 25; Pasal 16 ayat (11) s/d ayat 13; Pasal 16 ayat (1) huruf f dan Pasal 37; Pasal 2 dan Pasal 3; Pasal 1 angka 5, Pasal 82 dan Pasal 83 Undang-undang jabatan Notaris, oleh karena itu jabatan Notaris dikualifikasikan sebagai profesi. Lebih dari itu, Undang-undang Jabatan Notaris memang menyatakan demikian, terlihat dari ketentuan pasal 1 angka 5, Pasal 82 dan Pasal 83.
Berhubung jabatan Notaris merupakan suatu profesi, maka sudah selayaknya diperlukan Standar Profesi Notaris, hanya saja sampai saat ini masih dalam proses.
Dalam penjelasan Pasal 53 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan dinyatakan bahwa Standar Profesi adalah pedoman yang harus dipergunakan sebagai petunjuik dalam menjalankan profesi secara baik. Sedangkan dalam penjelasan Pasal 50 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan standar profesi adalah batasan kemampuan (knowledge, skill, and professional attitude) minimal yang harus dikuasai oleh  seorang individu untuk dapat melakukan kegiatan profesionalnya pada masyarakat secara mandiri yang dibuat oleh organisasi profesi.
Dua batasan di atas saling melengkapi, di mana batasan yang pertama melihat standar profesi dari sudut pandang kegunaannya, sedangkan yang kedua dari sudut pandang isinya.
Pengaturan Standar Profesi dalam kedua Undang-Undang diatas mempunyai arti yang sedemikian penting, berhubung Standar Profesi dijadikan sebagai tolak ukur, dimana Dokter dan Tenaga Kesehatan lainnya berhak memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesinya, dan yang menentukan ada atau tiadanya kesalahan atau kelalaian ditentukan oleh Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan. Demikian itu terlihat dari ketentuan yang tercantum dalam Pasal 53 dan Pasal 54 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992, dan Pasal 50 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004, yang secara berturut-turut berisi sebagai berikut:

Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992
Pasal 53
1.      Tenaga kesehatan berhak memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya.
2.      Tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi standar profesi dan menghormati hak pasien.
3.      Tenaga kesehatan, untuk kepentingan pcmbuktian, dapat melakukan tindakan medis terhadap seseorang dengan memperhatikan kesehatan dan keselamatan yang bersangkutan.
4.      Ketentuan mengenai standar profesi dan hak-hak pasien sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 54
1.      Terhadap tenaga keschatan yang melakukan kesalahan atau kelalaian data melaksanakan profesinya dapat dikenakan tindakan disiplin.
2.      Penentuan ada tidaknya kesalahan atau kalalaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditentukan oleh Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan.
3.      Ketentuan mengenai pembentukan, tugas, fungsi, dan tata kerja Majelis Disiplin Tenaga Keschatan ditetapkan dengan Keputusan Presiden.

Undang-Undang Nomor 29 tahun 2004
Pasal 50
Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai hak :
a.       memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional;
b.      memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar prosedur operasional;
c.       memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau keluarganya; dan
d.      menerima imbalan jasa.
Sekalipun kedua undang-undang diatas tidak terkait dengan Notaris, pengertian standar profesi yang diatur di dalamnya layak diterima.
Selain ketentuan-ketentuan yang terurai diatas, dalam undang-undnag Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan terdapat pengaturan sebagai berikut:

Pasal 57
Tenaga Kesehatan dalam menjalankan praktik berhak:
a.       memperoleh pelindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan Standar Profesi, Standar Pelayanan Profesi, dan Standar Prosedur Operasional;
b.      memperoleh informasi yang lengkap dan benar dari Penerima Pelayanan Kesehatan atau keluarganya;
c.       menerima imbalan jasa;
d.      memperoleh pelindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia, moral, kesusilaan, serta nilai-nilai agama;
e.       mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan profesinya;
f.        menolak keinginan Penerima Pelayanan Kesehatan atau pihak lain yang bertentangan dengan Standar Profesi, kode etik, standar pelayanan, Standar Prosedur Operasional, atau ketentuan Peraturan Perundang-undangan; dan
g.      memperoleh hak lain sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

Pasal 66
(1)   Setiap Tenaga Kesehatan dalam menjalankan praktik berkewajiban untuk mematuhi Standar Profesi, Standar Pelayanan Profesi, dan Standar Prosedur Operasional.
(2)   Standar Profesi dan Standar Pelayanan Profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk masingmasing jenis Tenaga Kesehatan ditetapkan oleh organisasi profesi bidang kesehatan dan disahkan oleh Menteri.

Pasal 73
(1)   Setiap Tenaga Kesehatan dalam melaksanakan pelayanan kesehatan wajib menyimpan kesehatan Penerima Pelayanan Kesehatan.
(2)   Rahasia kesehatan Penerima Pelayanan Kesehatan dapat dibuka hanya untuk kepentingan kesehatan Penerima Pelayanan Kesehatan, pemenuhan permintaan aparatur penegak hukum bagi kepentingan penegakan hukum, permintaan Penerima Pelayanan Kesehatan sendiri, atau pemenuhan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
(3)   Ketentuan lebih lanjut tentang rahasia kesehatan Penerima Pelayanan Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.

Sejalan dengan beberapa ketentuan dalam beberapa undang-undang di atas, dalam Pasal 24 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 diatur sebagaimana berikut:
(1)   Perlindungan hukum diberikan kepada tenaga kesehatan yang melakukan tugasnya sesuai dengan standar profesi tenaga kesehatan
(2)   Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Menteri

Dengan mengacu pada pengertian Standar Profesi sebagai batasan kemampuan (knowledge, skill, dan professional attitude) minimal yang harus dikuasai oleh seorang individu untuk dapat melakukan kegiatan profesionalnya, sudah selayaknya setiap orang yang hendak diangkat sebagai Notaris, demikian pula yang telah menjalankan jabatan Notaris harus mempunyai kemampuan, yang meliputi:
a.       Pengetahuan (knowledge);
b.      Keterampilan (skill); dan
c.       Perilaku yang prifesional (professional attitude)
Apabila Standar Profesi notaris telah ditetapkan oleh Organisasi Notaris, dalam hal ini Perkumpulan Ikatan Notaris Indonesia[1], maka yang berhak untuk menentukan layak atau tidak layaknya seseorang untuk diangkat sebagai Notaris, demikian pula diteruskan atau tidak diteruskannya seseorang dalam menjalankan jabatan sebagai Notaris dilihat dari sudut pandang kemampuan di atas adalah Organisasi Notaris, namun untuk mencapai hal tersebut harus diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Apabila hal tersebut terwujud, keluhuran dan kehormatan Notaris maupun jabatan Notaris akan terwujud, dan masyarakat yang menggunakan jasa Notaris lebih merasa terlindungi hak-hak dan kepentingannya, namun bukan mustahil pada sisi yang lain, sebagian Notaris menjadi kurang nyaman. Sebab bukan mustahil terhadapnya akan dikenakan uji kompetensi.
Semestinya materi muatan Standar Profesi Notaris meliputi pengetahuan, keterampilan, dan perilaku profesional sebagaimana terurai diatas. Sebagian materi muatan tersebut telah disampaikan pada waktu menempuh kuliah pada Program Pendidikan Pasca Sarjana Magister Kenotariatan maupun pada waktu menjali magang selama dua tahun, disamping pengalaman selama menjalani jabatan notaris, namun dalam kenyataannya masih belum memuaskan.
Keadaan tersebut patut kita pahami, mengingat dari sudut pengetahuan (knowledge), subtansinya sedemikian luas, sehingga tidak mungkin diajarkan seluruhnya dalam dan selama yang bersangkutan menempuh Pendidikan Pasca Sarjana Magister Kenotariatan maupun pada waktu menjalani magang, kecuali yang bersangkutan mau belajar sendiri atau bersama-samadengan sesama Notaris dengan tekun, Seperti halnya pengetahuan, mengenai keterampilan (skill) telah diperoleh juga pada waktu menempuh Pendidikan Pasca Sarjana Magister Kenotariatan maupun pada waktu menjalani magang, namun ternyata masih belum cukup, sebab harus dilatih secara terus-menerus. Sedangkan mengenai perilaku profesional (professional attitude) yang di dalamnya terkandung pengetahuan dan keterampilan mengenai hal ihwal yang berkaitan dengan tugas jabatan dan integritas moral, jauh lebih berat lagi berhubung faktor pendidikan moral, lingkungan, maupun watak dasar yang bersangkutan sedemikian menentukan.
Suata kenyataan yang sangat menyakitkan tatkala kita mengetahui, mendengar, atau bahkan merasakan sendiri di mana melakukan pelanggaran dalam proses pembuatan akta dianggap oleh sebagian masyarakat sebagai memberikan pelayanan yang baik, misalnya tidak membacakan akta. Bukan mustahil keadaan seperti menyebabkan Notaris yang dalam melakukan tugas jabatannya secara benar dan tertib malah tidak terpakai.
Dari uraian di atas, khususnya mengenai pengertian Standar Profesi sebagaimana dimaksud dalam penjelasan pasal 53 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 dan Pasal 50 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004, terlihat pentingnya pembuatan Standar Profesi Notaris, berhubung pembentukan Standar Profesi dimaksudkan antara lain:
a.       Untuk melindungi masyarakat dari praktek Notaris yang tidak sesuai dengan standar profesi;
b.      Untuk melindungi profesi dari tuntutan masyarakat yang tidak wajar;
c.       Sebagai pedoman, sekaligus petunjuk dalam menjalankan profesi secara baik, maupun dalam melakukan pengawasan, pembinaan, dan peningkatan mutu pelayanan kepada klien.
Sekalipun sampai saat ini secara formal belum ada standar profisi Notaris, namun sesungguhnya standar profesi Notaris telah termuat dalam Undang-Undang Jabatan Notaris dan beberapa peraturan perundang-undangan terkait maupun dalam kode etik Notaris. Oleh karena itu sudah selayaknya profesi jabatan Notaris, demikian juga bagi Notaris yang menjalankan jabatannya sesuai dengan yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan mendapatkan perlindungan, dalam arti terhadap:
a.       Profesi Jabatan Notaris dipelihara dan dijaga kebedaannya; sedangkan kepada
b.      Notaris yang melaksanakan jabatan sesuai dengan peraturan perundang-undangan maupun Kode Etik Notaris diberi perlindungan hukum.



[1] Mohon dilihat Pasal 82 dan pasal 83 Undang-Undang Jabatan Notaris

Comments

Popular posts from this blog

Surat Atas Tunjuk dan Surat Atas Pengganti (Hukum Dagang)

Perbedaan Surat atas Tunjuk (Aan Toonder) dan Surat atas Pengganti (Aan Order)

OBJEK-OBJEK HUKUM TATA NEGARA