Analisa Kasus Hukum Pidana Adat


Discussion Task – Study Task
1.      I Made Rateng dan I Wayan Serinu, secara berturut-turut, pada tanggal 16, 17, dan 18 November 1986 bertempat di Pura Puseh Desa Adat Manuyaka, Kecamatan Tampak Siring Kabupaten Gianyar, pada malam hari dengan cara membongkar beberapa “pelinggih” mengambil barang-barang berupa uang kepeng “pependeman” yang ditanam di “pelinggih-pelinggih” Pura Puseh, sehingga akibat perbuatan I Made Rateg dan I Wayan Serinu Desa Adat Manukaya menderita kerugian sebesar Rp. 7.523.240,- dengan rincian : Rp. 7.000.000 untuk biaya upacara dan Rp. 523.240,- untuk membuat kembali pependeman.
2.      Terhadap perbuatan I Made Rateg dan I wayan Serinu Pengadilan Negeri Denpasar telah menjatuhkan pidana masing-masing selama 3 tahun penjara. Namun karena I Made Rateg dan I Wayan Serinu merupakan krama desa adat Manukaya, prajuru desa adat telah menjatuhkan hukuman berupa kewajiban untuk melakukan ritual “pecaruan desa”.
Tugas:
1.      Dalam kasus diatas, walaupun pengadilan telah menjatuhkan pidana berupa pidana penjara, namun desa adat tetap menjatuhkan hukuman kepada I Made Rateg dan I Wayan Serinu, berupa kewajiban untuk melakukan ritual adat pecaruan desa. Dengan mendasarkan pada filosofi penghukuman menurut hukum adat, mengapa penghukuman tersebut perlu dilakukan?
2.      Wewenang desa adat untuk menjatuhkan hukuman kepada I Made Rateg dan I Wayan Serinu berupa kewajiban untuk melakukan ritual adat pecaruan desa.
3.      Bagaimana seandainya, I Made Rateg dan I Wayan Serinu bukan warga atau krama desa adat Manukaya?
Jawaban:
1.      Walaupun ia telah dijatuhkan hukuman oleh pengadilan berupa pidana penjara namun dikarenakan pencurian yang dilakukan I Made Rateg dan I Wayan Serinu merupakan pencurian benda-benda suci yang berada di Pura Puseh Desa Adat Manuyaka, mengakibatkan kerugian masyarakat baik secara material maupun spiritual maka wajib dilakukan upacara pembersihan baik untuk benda tersebut maupun tempat suci letak benda tersebut disucikan, karena sanksi yang diberikan pengadilan tidak menghubungkan pencuran itu dengan sifat religius dari benda yang dicuri. Oleh karena itu diperlukan penghukuman menurut hukum adat yang bertujuan guna mengembalikan ketentraman magis yang diganggu dan meniadakan atau menetralisasi suatu keadaan sial yang ditimbulkan oleh suatu pelanggaran adat.
2.      Desa adat sebagai Desa Dresta adalah kesatuan masyarakat hukum adat di Provinsi Daerah Tingkat I Bali yang mempunyai satu kesatuan tradisi dan tata krama pergaulan hidup masyarakat umat Hindu secara turun temurun dalam ikatan Kahyangan Tiga yang mempunyai wilayah tertentu dan harta kekayaan sendiri serta berhak mengurus rumah tangganya sendiri dalam hal ini wilayah Pura Puseh Desa Adat Manuyaka bila terjadi permasalahan merupakan kewenangan Desa Adat. Konflik adat yang bersifat kriminal penyelesaiannya diserahkan melalui sangkepan desa yang dipimpin oleh Kepala Desa Adat, terhadap perbuatan pidana tersebut dapat diambil keputusan diadakan upacara pembersihan(penyucian) dimana segala biaya biasanya ditanggung oleh si pelaku.
3.      Apabila I Made Rateg dan I Wayan Serinu bukan warga atau krama desa adat Manukaya maka hukum adat desa tersebut dapat tetap diberlakukan kepada keduanya karena hukum adat suatu daerah merupakan hukum yang berlaku untuk mengatur wilayahnya, siapapun orang yang menggagu keseimbangan secara magis daerah tersebut maka ia berkewajiban untuk mengembalikan keseimbangan.
Dalam hal ini karena mereka bukan merupakan krama desa adat, agar proses pecaruan desa sesuai dengan tata cara desa maka krama desa adat yang dibebankan terhadap proses upacara dengan pembiayaan dari pelaku.

Comments

Popular posts from this blog

Surat Atas Tunjuk dan Surat Atas Pengganti (Hukum Dagang)

Perbedaan Surat atas Tunjuk (Aan Toonder) dan Surat atas Pengganti (Aan Order)

OBJEK-OBJEK HUKUM TATA NEGARA