Majelis Kehormatan Notaris
MAJELIS KEHORMATAN NOTARIS
1.
Pengertian dan Macamnya
Majelis
Kehormatan Notaris adalah suatu badan yang mempunyai kewenangan untuk
melaksanakan pembinaan Notaris dan kewajiban memberikan persetujuan atau
penolakan untuk kepentingan penyidikan dan proses peradilan, atas pengambilan
fotokopi Minuta Akta dan pemanggilan Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang
berkaitan dengan Akta atau Protokol Notaris yang berada dalam penyimpanan
Notaris.[1]
Majelis
Kehormatan Notaris dibedakan menjadi dua, yaitu Majelis Kehormatan Notaris
Pusat yang dibentuk oleh Menteri dan berkedudukan di ibukota Negara Republik
Indonesia, dan Majelis Kehormatan Notaris Wilayah, dibentuk oleh Direktur
Jendral atas nama Menteri dan bekedudukan di Ibu Kota Provinsi.
Apabila
kita kaitkan dengan Majelis Kehormatan Notaris Pusat dan Majelis Kehormatan
notaris Wilayah, pengertian Majelis Kehormatan Notaris di atas merupakan
gabungan dari keduanya.
Selain Majelis
Kehormatan Notaris Pusat dan Majelis Kehormatan Notaris Wilayah masih ada organ
(urut kerja) Majelis Kehormatan Notaris Wilayah, yaitu Majelis Pemeriksa yang
dibentuk oleh Ketua Majelis Kehormatan Notaris Wilayah dalam rangka Pemeriksaan
terhadap Notaris, yang beranggotakan sebanyak 3 (tiga) orang yang terdiri dari
setiap unsur anggota Majelis Kehormatan Notaris Wilayah.
2. Tugas,
Fungsi, dan Kewenangan
Peraturan
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 7 Tahun 2016 merupakan peraturan
pelaksanaan dari Pasal 66 A Undang-Undang Jabatan Notaris, sedangkan institusi Majelis
Kehormatan Notaris (Wilayah) merupakan intitusi yang melaksanakan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) Undang-Undang yang sama.
Untuk
lebih jelasnya, di bawah ini saya kutip kembali Pasal 66 disamping Pasal 66 A
yang berturut-turut berbunyi sebagai berikut:
Pasal 66
(1)
Untuk kepentingan proses peradilan,
penyidik, penuntut umum, atau hakim dengan persetujuan majelis kehormatan
Notaris berwenang:
a.
mengambil fotokopi Minuta Akta dan/atau
surat-surat yang dilekatkan pada Minuta Akta atau Protokol Notaris dalam
penyimpanan Notaris; dan
b.
memanggil Notaris untuk hadir dalam
pemeriksaan yang berkaitan dengan Akta atau Protokol Notaris yang berada dalam
penyimpanan Notaris.
(2) Pengambilan
fotokopi Minuta Akta atau surat-surat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a, dibuat berita acara penyerahan.
(3) Majelis
kehormatan Notaris dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung
sejak diterimanya surat permintaan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) wajib memberikan jawaban menerima atau menolak permintaan persetujuan.
(4) Dalam
hal majelis kehormatan Notaris tidak memberikan jawaban dalam jangka waktu
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), majelis kehormatan Notaris dianggap
menerima permintaan persetujuan.
Pasal 66 A
(1)
Dalam melaksanakan pembinaan, Menteri
membentuk majelis kehormatan Notaris.
(2)
Majelis kehormatan Notaris berjumlah 7
(tujuh) orang, terdiri atas unsur:
a.
Notaris sebanyak 3 (tiga) orang;
b.
Pemerintah sebanyak 2 (dua) orang; dan
c.
ahli atau akademisi sebanyak 2 (dua)
orang.
(3)
Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas dan
fungsi, syarat dan tata cara pengangkatan dan pemberhentian, struktur
organisasi, tata kerja, dan anggaran majelis kehormatan Notaris diatur dengan
Peraturan Menteri.”
Berbeda
dengan Majelis Penngawas Notaris yang terdiri dari Majelis Pengawas Pusat,
Majelis Kehormatan notaris hanya terdiri dari Majelis Kehormatan Notaris Pusat
dan mejlis Kehormatan Notaris Wilayah.
Dalam
Peraturan Menteri Hukum dan hak Asasi Manusia, tugas[2],
fungsi[3],
dan kewenangan[4]
Majelis Kehormatan Notaris diatur dalam Pasal 17 s/d Pasal 26. Antara tugas,
fungsi, dan wewenang mempunyai keterkaitan yang sedemikian erat antara yang
satu dengan yang lain, berhubung dalam melaksanakan tugas diperlukan aktifitas
tertentu, yang untuk itu tersebut diperlukan kewenangan.
Berdasar
ketentuan yang tercantum dalam Pasal 17 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia Nomor 7 Tahun 2016, Majelis Kehormatan Notaris Pusat mempunyai tugas
melaksanakan pembinaan terhadap Majelis Kehormatan Notaris Wilayah yang
berkaitan dengan tugasnya. Untuk keoerluan tersebut, Majelis Kehormatan Notaris
Pusat dilengkapi fungsi pengawasan terhadap Majelis Kehormatan Notaris Wilayah.
Majelis
Kehormatan Wilayah mempunyai tugas untuk:
a.
Melakukan
pemeriksaan terhadap permohonan yang diajukan oleh penyidik, penuntut umum, dan
hakim; dan
b.
Memberikan
persetujuan atau penolakan terhadap permintaan persetujuan pemanggilan Notaris
untuk hadir dalam penyidikan, penuntutan dan proses peradilan.
Untuk keperluan
diatas, Majelis Pengawas Notaris Wilayah dilengkapi fungsi melakukan pembinaan
dalam rangka:
a.
Menjaga
martabat dan kehormatan Notaris dalam menjalankan profesi jabatannya; dan
b.
Memberikan
perlindungan kepada Notaris terkait dengan kewajiban Notaris untuk merahasiakan
isi Akta.
Dari uraian
diatas dapat kita pahami bahwa tugas dan fungsi Majelis Kehormatan Notaris
Pusat tidak berkaitan langsung dengan Notaris, melainkan sebatas pada pembinaan
terhadap Majelis Kehormatan Notaris Wilayah mengenai hal-hal yang terkait
dengan tugas Majelis Kerhormatan Notaris Wilayah.
Berbeda dengan
tugas Majelis Kehormatan Notaris Pusat, tugas dan fungsi Majelis Kehormatan
Notaris Wilayah mempunyai keterkaitan langsung dengan Notaris, berhubung tugas
pemeriksaan permohonan pemanggilan maupun pemberian atau penolakan permintaan
persetujuan kepada Penyidik, Penuntut Umum, maupun Hakim, berturut-turut untuk
kepentingan penyidikan, penuntutan, dan peradilan dimaksudkan agar Notaris
hadir.
Berkaitan dengan
fungsi pembinaan Majelis Kehormatan Notaris Wilayah, menurut hemat saya terjadi
fungsi yang tumpang tindih dengan fungsi Majelis Pengawas, yang berdasar Pasal
1 angka 6 Undang-Undang Jabatan Notaris mempunyai kewenangan dan kewajiban
untuk melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap Notaris. Keadaan seperti
ini semestinya tidak perlu terjadi, berhubung bisa menimbulkan anggapan bahwa
semestinya tidak perlu terjadi, berhubung bisa menimbulkan anggapan banhwa
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia kurang cermat dan kurang memahami latar
belakang terjadinya perubahan terhadap Pasal 66 Undang-Undang Nomor 30 Tahun
2004 atau setidak-tidaknya menjadikan notaris sebagai objek pembinaan oleh dua
lembaga.
Perlu kita
pahami bersama bahwa latar belakang diubahnya Pasal 66 Undang-Undang Nomor 30
Tahun 2004 adalah karena frasa “dengan persetujuan Majelis Pengawas Daerah”
yang tercantum pada ayat (1) dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Dasar
1945, sehingga tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, dan bukan mengenai
pembinaan Notaris.
Sekalipun tidak
setegas ketentuan yang termuat dalam Pasal 53 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23
Tahun 1992 dan Pasal 50 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004, yang mengatur
perlindungan hukum kepada tenaga kesehatan dan Dokter, ketentuan mengenai
fungsi Majelis Kehormatan dalam pemberian perlindungan (hukum) kepada Notaris
terkait dengan kewajiban Notaris untuk merahasiakan isi Akta layak kita
apresiasi, terlebih lagi bila kita ingat bahwa dalam peraturan
perundang-undangan sebelumnya yang mengatur Jabatan Notaris, termasuk Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2014 tidak dinyatakan secara tegas.
Mengenai
Kewenangan Majelis Kehormatan Notaris Wilayah, dalam Pasal 20 Peraturan Menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 7 Tahun 2016 diatur bahwa Kewenangan Majelis
Kehormatan Notaris Wilayah berdasarkan keputusan rapat Majelis Kehormatan
Notaris Wilayah meliputi:
a.
Pemeriksaan
terhadap Notaris yang dimintakan persetujuan kepada Majelis Kehormatan Notaris Wilayah
oleh penyidik, penuntut umum, atau hakim;
b.
Pemberian
persetujuan atau penolakan terhadap permintaan persetujuan pengambilan fotokopi
minuta akta dan/atau surat-surat yang dilekatkan pada minuta akta atau protokol
Notaris dalam penyimpanan Notaris; dan
c.
Pemberian
persetujuan atau penolakan terhadap permintaan persetujuan pemanggilan Notaris
untuk hadir dalam penyidikan, penuntutan, dan proses peradilan yang berkaitan
dengan akta atau protokol Notaris yang berada dalam penyimpanan Notaris.
3. Prosedur
atau Tata Cara Pemeriksaan Notaris
Prosedur
atau tata cara Majelis Kehormatan Notaris Wilayah dalam melakukan Pemeriksaan
Notaris sehubungan dengan permintaan Penyidik, Penuntut Umum, dan Hakim dalam
mengambil fotokopi atas minuta akta san/atau surat-surat yang dilekatkan pada
minuta akta atau protokol notaris dalam penyimpanan Notaris, dan memanggil
Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan Akta atau Protokol
Notaris yang berada dalam penyimpanan Notaris untuk keperluan proses peradilan adalah
sebagai berikut:
a.
Ada
permohonan persetujuan secara tertulis dan dalam bahasa Indonesia kepada Ketua
Majelis Kehormatan Notaris Wilayah sesuai dengan wilayah kerja Notaris yang
bersangkutan untuk pengembalian minuta akta atau protokol Notaris dalam penyimpanan
Notaris, dan pemanggilanNotaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang terkait
dengan hal tersebut oleh penyidik, penuntut umum, atau hakim, yang tembusannya
disampaikan kepada Notaris yang bersangkutan. Permoonan tersebut harus memuat
paling sedikit: nama dan alamat kantor Notaris; nomor akta dan/atau surat yang
dilekatkan pada minuta akta atau protokol notaris dalam penyimpanan Notaris;
dan pokok perkara yang disangkakan.
b.
Ketua
Majelis Kehormatan Notaris Wilayah membentuk majelis pemeriksa yang beranggotakan
sebanyak 3 (tiga) orang yang terdiri dari setiap unsur anggota Majelis
Kehormatan Notaris Wilayah, dengan susunan 1(satu) orang ketua merangkap
anggota; dan 2 (dua) orang anggota dalam waktu paling lambat 5 (lima) hari
kerja terhitung sejak tanggal permohonan/permintaan diterima. Dalam melakukan
pemeriksaan, majelis pemeriksa dibantu oleh 1 (satu) sekretaris;
c.
Paling
lambat 5 (lima) hari sebelum pemeriksaan dilakukan, Majelis Pemeriksa melakukan
pemanggilan melalui surat yang ditandatangani oleh Ketua Majelis Kehormatan
Notaris Wilayah kepada Notaris sehubungan dengan adanya permohonan penyidik,
penuntut umum, atau sehubungan dengan adanya permohonan penyidik, penuntut umm,
atau hakim. Dalam keadaan mendesak pemanggilan dapat dilakukan melalui
faksimili dan/atau surat elektronik yang segera disusul dengan surat
pemanggilan. Atas panggilan tersebut Notaris wajib hadir sendiri. Apabila
notaris tidak hadir setelah dipanggil secara sah dan patut sebanyak 2 (dua)
kali berturut-turut, majelis Pemeriksa dapat mengambil keputusan terhadap
permintaan penyidik, penuntut umum, atau hakim.
d.
Majelis
pemeriksa wajib menolak memeriksa Notaris yang mempunyai hubungan perkawinan
atau hubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah dan/atau ke atas tanpa
pembatasan derajat serta dalam garis ke samping sampai derajad ketiga. Apabila
terjadi keadaan demikian, Ketua Majelis Kehormatan Notaris Wilayah menunjuk
penggantinya.
e.
Terhadap
permintaan penyidik, penuntut umum, atau hakim terkait pengambilan fotokopi
minuta akta dan surat-surat yang dilekatkan pada minuta akta dan/atau protokol
Notaris dalam penyimpanan Notaris dan pemanggilan Notaris, Majelis pemeriksa
berwenang memeriksa dan memberikan persetujuan atau penolakan terhadap
permintaan tersebut.
f.
Majelis
pemeriksa memberkan persetujuan atau penolakan setelah mendengar keterangan
langsung dari Notaris yang bersangkutan, yang dituangkan dalam berita acara
pemeriksaan.
g.
Pemberian
persetujuan kepada penyidi, penuntut umum atau hakim untuk kepentingan proses
peradilan dalam pemanggilan Notaris, terbatas dalam hal:
1)
Adanya
dugaan tindak pidana berkaitan dengan minuta akta dan/atau surat-surat Notaris
dalam penyimpanan Notaris;
2)
Belum
gugur hak menuntut berdasarkan ketentuan tentangdaluwarsa dalam peraturan perundang-undangan
di bidang hukum pidana;
3)
Adanya
penyangkalan keabsahan tanda tangan dari salah satu pihak atau lebih;
4)
Adanya
dugaan pengurangan atau penambahan atas minuta akta; atau
5)
Adanya
dugaan Notaris melakukan pemunduran tanggal (antidatum)
h.
Apabila
Majelis Pemeriksa menyetujui permohan penyidik, penuntut umum, atau hakim,
Notaris wajib: menyerahkan fotokopi minuta akta dan/atau surat-surat yang
diperlukan kepada penyidik, penuntut umum, atau hakim, yang untuk keperluan
tersebut dibuat berita acara yang ditandatangani oleh Notaris dan penyidik,
penuntu umum, atau hakim dengan disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi.
i.
Ketua
Majelis Kehormatan Notaris Wilayah wajib memberikan jawaban berupa persetujuan
atau penolakan terhadap permohonan diatas dalam jangka waktu paling lama 30
(tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanaya permohonan.
Apabila jangka waktu tersebut dilampaui, Majelis Kehormatan Notaris Wilayah
dianggap menerima permintaan persetujuan.[5]
j.
Majelis
pemeriksa melaporkan setiap hasil pemeriksaan kepada Ketua Majelis Kehormatan
Notaris Wilayah, dan selanjutnya Ketua Majelis Kehormatan Notaris Wilayah wajib
mengirimlaporan kepada Ketua Majelis Kehormatan Notaris Pusat setiap bulan.
Dalam hubungannya dengan pemanggilan Notaris terdapat pengaturan
yang relatif maju, dimana Majelis Kehormatan Notaris Wilayah dapat mendampingi
Notaris dalam proses npemeriksaan dihadapan penyidik. Persoalannya adalah
apakah Penyidik berkenan menerima, apabila pendampingan tersebut dilakukan?
Berhubung berdasar kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, yang berhak
melakukan pendampingan adalah penasihat hukum.[6]
Timbul persoalan, bagaimana bila untuk keperluan proses
peradilan, penyidik, penuntut umum, atau hakim memerlukan dan meminta minuta
akta?
Dalam menghadapi permintaan tersebut, Majelis Pemeriksa
harus menolak secara tegas, atau sekurang-kurangnya menyatakan tidak mempunyai
kewenangan untuk memeriksa dan memutus permintaan tersebut. Apabila Majelis
Pemeriksa mengabulkan, maka putusan Majelis Pemeriksa batal demi hukum, sebab
dilakukan tanpa kewenangan.
Berkaitan dengan hal tersebut, menurut hemat saya agak
aneh pengaturan yang tercantum dalam Pasal 26 Peraturan Menteri Hukum dan Hak
Asasi manusia Nomor 7 Tahun 2016, yang menyatakan bahwa:
Pengambilan minuta akta dan/atau surat-surat Notaris
dalam penyimpanan Notaris sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, dilakukan dalam
hal:
a.
Adanya
dugaan tindak pidana yang berkaitan dengan minuta akta dan/atau surat-surat
yang dilekatkan pada minuta akta atau protokol Notaris dalam penyimpanan
Notaris;
b.
Belum
gugur hak menuntut berdasarkan ketentuan tentang daluwarsa dalam peraturan
perundang-undangan di bidang hukum pidana;
c.
Adanya
penyangkalam keabsahan tanda tangan dari salah satu pihak atau lebih;
d.
Adanya
dugaan pengurangan atau penambahan atas minuta akta; atau adanya dugaan Notaris
melakukan pemunduran tanggal (antidatum).
Apabila ketentuan dalam pasal ini ditunjukkan kepada
Majelis Kehormatan Wilayah, bila dipastikan bertentangan dengan Pasal 66
Undang-Undang Jabatan Notaris. Lebih dari itu, ketentuan tersebut merupakan
kutipan yang kurang lengkap dari ketentuan yang termuat dalam Bab III Peraturan
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 3 Tahun 2007, yang dalam nPasal 13
ayat (1) nya diatur tujuannya, yaitu : untuk diperiksa di Pusat Laboratorium
Forensik mengenai keabsahan tanda tangan dan/atau cap jempol yang tertera pada
minuta akta pada hari yang ditentukan. Apabila dimaksudkan sebgaia ketentuan
yang melengkapi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, khususnya dalam penyitaan
alat bukti tertulis yang berupa minuta akta dan/atau surat-surat yang
dilekatkan pada minuta akta atau protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris, di
mana Notaris berkewajiban merahasiakannya, hal tersebut bukan urusan Majelis
Kehormatan Notaris Wilayah. Apabila ditunjukkan kepada Notaris, maka harus
dipenuhi ketentuan yang tercantum dalam Pasal 43 Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana yang didalamnya diatur bahwa Penyitaan surat-surat atau tulisan
lain dari mereka yang berkewajiban menurut Undang-Undang untuk merahasiakannya,
sepanjang tidang menyangkut rahasia negara, hanya dapat dilakukan atas
persetujuan mereka atau izin khusus ketua pengadilan negeri setempat kecuali
undang-undang menentukan lain.
Timbul pertanyaan, apakah Majelis Pemeriksa mempunyai
kewenangan seperti Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan dalam menentukan ada
tidaknya kesalahan atau kelalaian tenaga kesehatan dalam melaksanakan
profesinya, sebagaimana diatur dalam Pasal 54 Undang-Undang Nomor 23 Tahun
1992? Menurut saya “ya”, hanya saja harus dipahami “ada atau tiadanya kesalahan
atau kelalaian tersebut tidak serta merta mengesampingkan alat bukti yang telah
diperoleh penyidik, penuntut umum, maupun hakim atau menghentikan upaya dalam
alat bukti lain”.
Dari uraian dalam bagian kedua, ketiga dan keempat dari
tulisan ini, disimpulkan bahwa:
a.
Perlindungan
hukum terhadap dokter, tenaga kesehatan, Notaris, dan profesi lain merupakan
suatu keniscayaan, oleh karena itu keberadaan Pasal 53 Undang-Undang Nomor 23
Tahun 1922, Pasal 50 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004, dan Pasal 66
Undang-Undang Jabatan Notaris berikut peraturan pelksanaan sudah selayaknya,
sepanjang memenuhi standar profesi masing-masing.
b.
Perlindungan
hukum tersebut tidak bertentangan dengan prinsip kedudukan hukum yang sama
dalam hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 27 Undang-Undang Dasar 1945,
berhubung yang dilindungi adalah sebatas dan terbatas pada pelaksanaan profesi
masing-masing, sehingga selain itu mereka mempunyai kedudukan yang sama seperti
halnya warga negara lainnya;
c.
Sepanjang
dan selama standar profesi belum disusun, dalam hal ini Standar profesi
Notaris, ketentuan yang digunakan adalah yang tercantum dalam undang-undang
mengenai profesi yang bersangkutan berikut peraturan pelaksanaannya, kode etik,
maupun Peraturan Organisasi Profesi;
d.
Lembaga
yang memutuskan mengenai ada atau tidaknya kesalahan dalam pelaksanaan profesi
tidak ditetapkan oleh Organisasi Profesi sendiri melainkan diatur dalam
Peraturan Perundang-undangan, sehingga objektifitasnya lebih terjamin.
[5] Jawaban yang
disampaikan oleh Ketua Majelis Pengawas Notaris Wilayah tersebut merupakan atau
berisi Putusan Majelis Pemeriksa.
[6] Pasal 69 Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana – Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 – Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana
Comments
Post a Comment