Resume Hukum Pidana Adat Part 3

Reaksi Adat dalam Delik Adat
Reaksi adat merupakan tindakan-tindakan yang bermaksud mengembalikan ketentraman magis yang diganggu dan meniadakan atau menetralisasi suatu keadaan sial yang ditimbulkan oleh suatu pelanggaran adat.
Dalam alam pemikiran tradisional Indonesia yang bersifat kosmis, yang penting ialah adanya pengutamaan terhadap terciptanya suatu keseimbangan antara dunia lahir dan dunia gaib, antara golongan manusia seluruhnya dan orang seorang, antara persekutuan dan teman masyarakatnya. Segala perbuatan tersebut merupakan pelanggaran hukum dan tugas hukum wajib mengambil tindakan-tindakan yang perlu guna memulihkan kembali perimbangan hukum.

Jenis-Jenis Rekasi Adat
Mengenai jenis-jenis sanksi, Pandecten van het adatrechten memuat daftar nama-nama delik adat dan menyebut berjenis-jenis reaksi adat terhadap delik adat itu di berbagai lingkaran hukum adat Indonesia. Tindakan sebagai reaksi atau koreksi terhadap pelanggaran hukum adat berbagai lingkaran hukum tersebut, antara lain:
1.      Pengganti kerugian-kerugian immateriil dalam perlabagai rupa seperti paksaan menikai gadis yang telah dicemarkan
2.      Bayaran uang adat kepada yang terkena, yang berupa benda yang sakti sebagai pengganti kerugian rohani
3.      Selamatan (korban), untuk membersihkan masyarakat dari segala kotoran gaib
4.      Penutup malu, permintaan maaf
5.      Pelbagai rupa hukuman badan hingga hukuman mati
6.      Pengasingan dari masyarakat serta meletakkan orang di luar tata hukum.
Dalam hukum pidana adat dikenal asas “Geen Straf Zonder Schuld” atau tidak dipidana bila tidak ada kesalahan, karena hukum pidana adat selalu memandang pada patut tidaknya seseorang diberikan sanksi.
Hukum adat adalah hukum yang selalu berubah sesuai dengan perubahan masyarakat. Demikian pula dengan sanksi yang timbul, berkembang dan lenyap sesuai dengan perubahan masyarakat. Berdasarkan hal ini, maka jenisjenis sanksi adat dapat dikelompokkan menjadi duakelompok.
a.       Sanksi adat yang sama sekali telah ditinggalkan oleh masyarakat
Karena dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan keadaan masyarakat dan karena dilarang dengan tegas oleh pihak yang berwenang dengan peraturan perundangan. Contoh sanksi adat diselong, mapulang kapasih, katundung.
b.      Sanksi adat yang masih berlaku sepenuhnya
Walaupun terhadap pelaku pelanggaran telah dijatui hukuman oleh pengadilan berdasarkan undang-undang yang berlaku. Sanksi adat bermaksud untuk mengadakan upacara pembersihan(pamarisuddhan, maprayascitta)
Masih juga dikenal sanksi adat bila seseorang melakukan pelanggaran, bila terhadap pelanggaran tidak diselesaikan di pengadilan (sanksi dadosan/danda)
Sanksi-sanksi hukum adat yang ada pada awig-awig desa adat adalah  denda, membuat upacara/pembersihan, diberhentikan sebagai warga desa, dirampas, nyaguin banjar, mengawinkan.
Pengenaan sanksi adat terhadap suatu tindak pidana (delik)
Disamping adanya hukuman yang didasarkan atas KUHP atau peraturan/perundangan pidana lainnya, ada kalanya terhadap suatu delik dikenakan juga sanksi adat oleh masyarakat. Ini tidak berarti semua perbuatan pidana bisa dikenakan pula sanksi adat atau agama. Hanya delik-delik tertentu yang sering dibarengi oleh sanksi adat antara lain :
a.       Pencurian atau percobaan pencurian terhadap benda-benda suci keagamaan yang dilakukan di dalam pura ataupun di lingkungan tempat suci lainnya.
b.      Pembunuhan yang dilakukan  di dalam lingkungan pura ataupun tempat lain yang disucikan oleh penduduk.
c.       Penganiayaan yang dilakukan di dalam lingkaran pura ataupun tempat lain yang disucikan oleh penduduk.
d.      Perusakan pura dan tempat suci lainnya
e.       Pelanggaran kesusilaan (berzinah, mencium seorang wanita) yang dilakukan di wilayah pura atau tempat suci lainnya.
Terhadap pelaku perbuatan-perbuatan pidana tersebut telah diambil keputusan/sanksu sebagai berikut:
1.      Terhadap pencurian (percobaan pencurian)
·         Oleh Pengadilan Negeri
Dipidana penjara anatara 2 bulan, 3 bulan, 6 bulan 18 bulan
·         Oleh Masyarakat
a.       Diadakan upacara pembersihan, dimana segala biaya biasanya ditanggung oleh si pelaku
b.      Dipecat sebagai anggota pura (warga masyarakat)
c.       Kalau si pencuri tidak diketahui, maka diadakan sumpah bersama oleh masyarakat yang disebut Upacara Dewa Saksi.
2.      Terhadap pembunuhan
·         Oleh Pengadilan Negeri
Dijatuhi pidana penjara 5 tahun potong tahanan dan denda
·         Oleh Masyarakat
Di tempat kejadian oleh masyarakat diadakan upacara pembersihan/penyucian
3.      Terhadap penganiayaan
·         Oleh Pengadilan Negeri
Dijatuhi pidana penjara selama 1-4 bulan potong tahanan
·         Oleh Masyarakat
Diadakan upacara pembersihan dimana biayanya ditanggung oleh yang bersangkutan (ada juga biaya yang ditanggung bersama-sama dengan desa)
4.      Terhadap perusakan pura
Ditemukan dua kasus, satu diantaranya tidak sampai ada putusan pengadilan tetapi upacara pembersihan tetap diadakan oleh masyarakatnya, sedangkan kasus lainnya oleh pengadilan para pelaku dijatuhi pidana penjara selama 8 bulan dan harus membangun kembali pura tersebut beserta upacaranya.
5.      Terhadap pelanggaran kesusilaan
Kasus pelanggaran kesusilaan di pura tidak ada yang sampai diselesaikan oleh pengadilan. Meskipun masyarakat apabila itu terjadi tidak diam tetapi memberikan sanksi terhdap pelaku untuk melakukan upacara pembersihan yang semua biayanya ditanggung oleh pelaku.
Peranan kelembagaan tradisional dalam penyelesaian konflik
Kelembagaan tradisional tidak sama antara satu daerah dengan daerah yang lain. Daerah bali masih mengenal Lembaga Tradisional ini antara lain Desa Adat, Banjar, dan Subak.
a.       Desa adat sebagau Desa Dresta adalah kesatuan masyarakat hukum adat di Provinsi Daerah Tingkat I Bali yang mempunyai satu kesatuan tradisi dan tata krama pergaulan hidup masyarakat umat Hindu secara turun temurun dalam ikatan Kahyangan Tiga yang mempunyai wilayah tertentu dan harta kekayaan sendiri serta berhak mengurus rumah tangganya sendiri.
b.      Banjar adalah kelompok masyarakat yang merupakan bagian dari Desa Adat serta merupakan suatu ikatan tradisi yang sangat kuat dalam satu kesatuan wilayah tertentu, dengan seorang atau lebih pimpinan yang dapat bertindak ke dalam maupun keluar dalam rangka kepentingan warganya dan memilikikekayaan baik berupa material maupun imaterial.
c.       Subak adalah organisasi tradisional yang mengatur dan menyelenggarakan masalah pengairan, bersifat sosial-kultural-religius. Dalam melaksanakan aktivitasnya memiliki aturan tersendiri yang diatur dalam awig-awig
Kelembagaan yang akan dibahas adalah Desa Adat. Desa menampakkan dirinya sebagai suatu organisasi kemasyarakatan dan sekaligus merupakan suatu organisasi pemerintahan yang tidak langsung di bawah camat. Desa adat adalah desa yang otonom sehingga memiliki kewenangan untuk mengurus dan menyelenggarakan kehidupan rumah tangganmya sendiri.
Desa adat memiliki struktur kepengurusan yang disebut Prajuru Desa Adat yang dipilih dan ditetapkan oleh masing-masing Krama Desa Adat yang bersangkutan. Unsur-unsur Prajuru Desa Adata terdiri dari:
o   Bendesa Adat, sebagai pimpinan Prajuru Desa Adat dipilih/diangkat dari Krama Desa Adat
o   Pejatuh adalah wakil bendesa adat
o   Penyarikan adalah juru tulis bendesa adat
o   Kesinoman adalah juru arah
o   Pemangku adalah yang membidangi urusan Upacara Agama di Pura
o   Pesedahan/Petengen adalah Bendahara
Mengenai kekuasaan Desa Adat, dapat dibedakan atas 3 macam kekuasaan yaitu:
a.       Kekuasaan untuk menetapkan aturan-aturan untuk menjaga kehidupan organisasi secara tertib dan tentram
b.      Kekuasaan untuk menyelenggarakan kehidupan organisasi yang bersifat sosial religius
c.       Kekuasaan untuk menyelesaikan sengketa-sengketa yang menunjukkan adanya pertentangan kepentingan antara warga desa baik melalui perdamaian atau sanksi adat.
Penyelesaian Konflik adat
Konflik adat ada yang bersifat kriminal seperti pencurian benda-benda suci, beberapa delik kesusilaan dan delik penghinaan. Disamping itu ada pula konflik yang bersifat adat murni seperti manak salah, tidak melaksanakan kewajiban-kewajiban adat serta perbuatan-perbuatan lainnya.
Konflik adat yang bersifat non kriminal penyelesaiannya tidak melalui proses pengadilan sehingga bukan pidana yang dikenakan melainkan diselesaikan oleh sangkepan desa dan ada kemungkinan untuk menjatuhkan sanksi adat kepada si pelaku.
Konflik adat yang bersifat kriminal penyelesaiannya diserahkan melalui sangkepan desa yang dipimpin oleh Kepala Desa Adat sehingga tidak ditempuh proses peradilan formal seperti terhadap delik penghinaan, kesusilaan dan pencurian benda suci namun demikian, konflik adat yang bersifat kriminal ini juga diselesaikan melalui proses peradilan formal.
Penanganan konflik adat oleh kepala desa adat selaku pimpinan sangkepan desa dan juga selaku hakim perdamaian desa mirip dengan mediator. Yang dilakukan oleh Kepala Desa Adat selaku Hakim Perdamaian Desa di dalam menangani konflik yang terjadi dalam masyarakatnya, sedikit banyak menghindari proses peradilan secara formal dan menggantinya dengan sistem kelembagaan yang berorientasi pada masyarakat.
Penjatuhan sanksi adat oleh Kepala dat selaku Hakim Perdamaian Desa kepada si pelaku pada mulanya tidak menutup kemungkinan untuk menuntut si pelaku melalui proses peradilan.  Namun kini MA RI melalui putusannya Nomor: 164 K/Pid/1998 tertanggal 15 Mei 1991 tidak dapat menerima tuntutan jaksa penuntut umum atas diri terdakwa yang telah dijatuhi sanksi adat oleh Kepa Adat dan sanksi adat tersebut tidak dilaksanakan oleh terdakwa.

Comments

Popular posts from this blog

Surat Atas Tunjuk dan Surat Atas Pengganti (Hukum Dagang)

Perbedaan Surat atas Tunjuk (Aan Toonder) dan Surat atas Pengganti (Aan Order)

OBJEK-OBJEK HUKUM TATA NEGARA