Analisa Kasus Etika dan Tanggung Jawab Profesi (Kasus 1)
Kasus Posisi
Ahmad
seorang hakim bertugas di Pengadilan Negeri, dengan istrinya yang bernama
Bunga. Bunga bersaudara dengan Budi. Saat perkawinan Budi tidak menghadiri
perkawinan, karena sedang berada diluar negeri mengurusi bisnisnya yaitu usaha Ekspor-Impor
pakaian. Awal transaksi, dengan Dedi segala pembayaran lancar-lancar saja,
dalam pengiriman barang yang ke-5 disepakati pembayarannya setelah barang laku
terjual atau dalam waktu paling lambat 2 bulan setelah barang diterima Dedi.
Ternyata di bulan ke-3 Dedi tidak melakukan pembayaran, Budi mengingatkan
(somasi) akan tetapi tidak ditanggapi lalu Budi menggugatnya ditujukan kepada
Pengadilan Negeri tempat Ahmad bertugas. Budi teringat pada saudaranya yakni
Bunga, lalu menghubungi dan bertemu di Rumah Makan Sedap, dia menceritakan
bahwa Ia mempunyai perkara pada Pengadilan Negeri tempat suaminya bertugas lalu
Ia minta bantuan agar suaminya Bunga menjadi Ketua Majelis yang menyidangkan
perkaranya. Disanggupi oleh Bunga lalu Bunga meminta Ahmad suaminya agar
berupaya untuk bisa menyidangkan perkara tersebut, tapi Bunga tidak menyebutkan
bahwa Budi adalah saudaranya.
Berdasarkan
kasus tersebut diatas, kelompok kami telah melakukan diskusi dan menemukan
beberapa hal yang multitafsir, sehingga ada 2 analisa kasus tersebut.
A.
Ahmad
selaku Hakim, menerima permintaan Bunga untuk mengadili perkara Budi, dan Ahmad
mengetahui bahwa Budi merupakan keluarganya.
Poin
kasus
Analisa
terhadap kasus diatas, yaitu telah terjadi pelaksanaan kewajiban yang tidak
tepat pada waktunya atau dilakukan tidak menurut selayaknya, sehingga
menimbulkan keharusan bagi pihak debitur (Dedi) untuk memberikan atau membayar
ganti rugi (Schadevrgoeding) yang
disebut dengan Wanprestasi. Pada kasus wanprestasi ini, Budi telah mengingatkan
somasi kepada Dedi akan tetapi tidak dihiraukan oleh Dedi. Akhirnya Budi
memutuskan untuk mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri di tempat Ahmad
bertugas. Dalam kasus diatas terdapat kaitan hubungan keluarga dalam
penyelesaian kasus wanprestasi antara
Budi dan Dedi. Pada kasus ini Budi meminta Ahmad yang merupakan suami dari
saudaranya yaitu Bunga agar mengupayakan dirinya dapat menjadi Ketua Majelis
Hakim, tentunya kasus ini berkaitan dengan adanya hubungan keluarga antara pihak
majelis hakim dan pihak penggugat.
Analisa Kasus
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
Apabila merujuk pada Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 dan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 tentang
Kekuasaan Kehakiman, kasus ini telah melanggar beberapa pasal dalam Undang - Undang Republik
Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 diantaranya :
1.
Pasal 24 ayat (1)
Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi; “Kekuasaan Kehakiman merupakan kekuasaan
yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan
keadilan.”[1]
2.
Pasal 3 ayat (2) Undang -
Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 yang berbunyi; “Segala campur tangan dalam urusan peradilan
oleh pihak lain di luar kekuasaan kehakiman dilarang, kecuali dalam hal-hal sebagaimana
dimaksud dalam Undang - Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.”
Berkaitan dengan kasus tersebut bahwa Budi ingin mencampuri urusan peradilan,
yang dalam hal ini Budi sebagai pihak lain di luar kekuasaan kehakiman, yang
sangat bertentangan dengan Pasal 3 ayat (2) Undang - Undang Republik Indonesia
Nomor 48 Tahun 2008.[2]
3.
Pasal 5 ayat (2) Undang -
Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 yang berbunyi; “Hakim dan hakim konstitusi harus memiliki integritas dan kepribadian
yang tidak tercela, jujur, adil, profesional, dan berpengalaman di bidang
hukum.” Berkaitan dengan kasus ini
tentunya bahwa Ahmad yang memiliki profesi sebagai hakim yang memiliki hubungan keluarga dengan
Budi seperti dalam Pasal 5 ayat (2) Undang - Undang Republik Indonesia
Nomor 48 Tahun 2009 telah melanggar redaksional yang terdapat dalam pasal
tersebut yaitu pertama jujur , dalam hal
ini telah terlihat bahwa sifat Ahmad yang akan membantu Budi tentunya telah
melanggar kejujuran dari seorang hakim , kedua adil yang terlihat dalam kasus
ini sudah tentu Ahmad tidak memiliki sifat adil dikarenakan Ahmad pasti akan
lebih berpihak pada Budi selaku keluarganya. Ketiga profesional , sebagai
seorang hakim Ahmad sudah menunjukkan sikap tidak profesional karena adanya
keberpihakan Ahmad dalam menyelesaikan kasus tersebut. [3]
4.
Pasal 17 ayat (3) Undang
- Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 yang berbunyi; “Seorang hakim wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila terikat
hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga, atau hubungan
suami atau istri meskipun telah bercerai, dengan ketua, salah seorang hakim
anggota, jaksa, advokat, atau panitera.” Terkait dengan kasus Ahmad ,
berdasarkan Pasal 17 ayat (3) Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun
2009 ini bahwa Ahmad melanggar pasal tersebut dikarenakan Ahmad tidak
mengundurkan diri walaupun mengetahui bahwa ia memiliki hubungan keluarga
dengan Budi.[4]
Analisa Kasus
Berdasarkan Kode Etik Hakim
Hakim adalah
pegawai negeri sipil yang mempunyai jabatan fungsional. Oleh karena itu Kode
Kehormatan Hakim memuat 3 jenis etika[5],
yaitu :
1. Etika
kedinasan pegawai negeri sipil
2. Etika
kedinasan hakim sebagai pejabat fungsional penegak hukum.
3. Etika hakim
sebagai manusia pribadi manusia pribadi anggota masyarakat.
Uraian Kode Etik Hakim meliputi :
1.
Etika keperibadian hakim
2.
Etika melakukan tugas jabatan
3.
Etika pelayanan terhadap pencari
keadilan
4.
Etika hubungan sesama rekan hakim
5.
Etika pengawasan terhadap hakim.
Dari kelima macam uraian kode etik
ini akan kita lihat apakah Kode Etik Hakim memiliki upaya paksaan yang berasal
dari Undang - Undang.
1.
Etika Keperibadian Hakim
Sebagai
pejabat penegak hukum, hakim :
a.
Percaya dan taqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa
b.
Menjunjung tinggi, citra, wibawa dan
martabat hakim
c.
Berkelakuan baik dan tidak tercela
d.
Menjadi teladan bagi masyarakat
e.
Menjauhkan diri dari perbuatan
dursila dan kelakuan yang dicela oleh masyarakat
f.
Tidak melakukan perbuatan yang
merendahkan martabat hakim
g.
Bersikap jujur, adil, penuh rasa
tanggung jawab
h.
Berkepribadian, sabar, bijaksana,
berilmu
i.
Bersemangat ingin maju (meningkatkan
nilai peradilan)
j.
Dapat
dipercaya
k.
Berpandangan luas
2.
Etika melakukan tugas jabatan
Sebagai
pejabat penegak hukum, hakim :
a.
Bersikap tegas, disiplin
b.
Penuh pengabdian pada pekerjaan
c.
Bebas dari pengaruh siapa pun juga
d.
Tidak menyalahgunakan kepercayaan, kedudukan
dan wewenang untuk kepentingan pribadai atau golongan
e.
Tidak berjiwa mumpung
f.
Tidak menonjolkan kedudukan
g.
Menjaga wibawa dan martabat hakim
dalam hubungan kedinasan
h.
Berpegang teguh pada Kode Kehormatan
Hakim
3.
Etika pelayanan terhadap pencari keadilan
Sebagai pejabat penegak hukum, hakim
:
a.
Bersikap dan bertindak menurut
garis-garis yang ditentukan di dalam hukum acara yang berlaku
b.
Tidak memihak, tidak bersimpati,
tidak antipati pada pihak yang berperkara
c.
Berdiri di atas semua pihak yang kepentingannya
bertentangan, tidak membeda-bedakan orang
d.
Sopan, tegas, dan bijaksana dalam
memimpin sidang, baik dalam ucapan maupun perbuatan
e.
Menjaga kewibawaan dan kenikmatan
persidangan
f.
Bersungguh-sungguh mencari kebenaran
dan keadilan
g.
Memutus berdasarkan hati nurani
h.
Sanggup mempertanggungjawabkan
kepada Tuhan Yang Maha Esa
4.
Etika hubungan sesama rekan hakim
Sebagai sesama rekan pejabat penegak
hukum, hakim
a.
Memlihara dan memupuk hubungan kerja
sama yang baik antara sesam rekan
b.
Memiliki rasa setia kawan, tenggang
rasa, dan saling menghargai antara sesama rekan
c.
Memiliki kesadaran, kesetiaan,
penghargaan terhadap korp hakim
d.
Menjaga nama baik dan martabat rekan - rekan, baik di dalam maupun di luar
kedinasan
e.
Bersikap tegas. Adil dan tidak
memihak
f.
Memelihara
hubungan baik dengan hakim bawahannya dan hakim atasannya.
g.
Memberi
contoh yang baik di dalam dan di luar kedinasan
5.
Etika pengawasan terhadap hakim.
Di dalam
urusan Kode Kehormatan Hakim tidak terdapat rumusan mengenai pengawasan dan
sanksi ini. Ini berarti pengawasan dan sanksi akibat pelanggaran Kode
Kehormatan Hakim dan pelanggaran undang-undang. Pengawasan terhadap hakim
dilakukan oleh Majelis Kehormatan Hakim. Menurut ketentuan pasal 20 ayat (3)
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986
tentang Peradilan umum; Pembentukan, susunan, dan tata kerja Majelis Kehormatan
Hakim serta tata cara pembelaan diri ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung
bersama-sama Menteri Kehakiman.
Berdasarkan
kode etik tersebut diatas, Ahmad telah melanggar beberapa kode etik hakim yaitu
:
1.
Dalam hal yang berkaitan
dengan kasus diatas mengenai Kode Etik Kehakiman tentang etika kepribadian
hakim, perbuataan Ahmad dalam kasus ini bertentangan dengan etika yang menjauhkan
diri dari perbuatan dursila dan
kelakukan yang dicela oleh masyarakat, bersikap jujur , adil, penuh rasa
tanggung jawab, dan dapat dipercaya.
2.
Dalam hal yang berkaitan
dengan kasus diatas mengenai Kode Etik Kehakiman tentang etika melakukan tugas
jabatan, perbuatan Ahmad telah bertentangan dengan kode etik bebas dari
pengaruh siapapun, tidak menyalahgunakan kepercayaan, kedudukan , dan wewenang
untuk kepentingan pribadi atau golongan. Berdasarkan kode etik ini, Ahmad
selaku hakim telah terpengaruh oleh istrinya yaitu Bunga yang memintanya untuk
menjadi Ketua Majelis Hakim dalam perkara tersebut, dalam hal ini Ahmad telah
menyalahgunakan kedudukan dan wewenangnya sebagai hakim demi kepentingan
pribadi atau golongan.
3.
Dalam hal yang berkaitan
dengan kasus diatas mengenai Kode Etik Kehakiman tentang etika pelayanan
terhadap pencari keadilan, Perbuatan Ahmad
sebagai hakim telah bertentangan dengan kode etik hakim tidak memihak terhadap
pihak yang berperkara.
4.
Dalam hal yang berkaitan
dengan kasus diatas mengenai Kode Etik Kehakiman tentang berpegang teguh pada
kode kehormatan hakim, perbuatan Ahmad sebagai hakim sangat tidak berpegang
teguh pada kode kehormatan hakim.
Analisa Kasus
Berdasarkan Perlambang atau Sifat Hakim
Dalam
bertingkah laku, sikap dan sifat hakim tercermin dalam lambang kehakiman
dikenal sebagai Panca Dharma Hakim[6],
yaitu :
1.
Kartika, melambangkan Ketuhanan Yang
Maha Esa;
2.
Cakra, berarti seorang hakim dituntut untuk
bersikap adil;
3.
Candra, berarti hakim harus bersikap
bijaksana atau berwibawa;
4.
Sari, berarti hakim haruslah berbudi
luhur atau tidak tercela; dan
5.
Tirta, berarti seorang hakim harus
jujur.
Bertitik
tolak dari perlambangan yang merupakan identitas Hakim, untuk memaknainya, akan
diuraikan secara ringkas
1.
KARTIKA = Percaya dan Taqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan kepercayaan
masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
2.
CAKRA = Adil
·
Dalam kedinasan
1) Adil
2) Tidak
berprasangka atau memihak
3) Bersungguh-sungguh
mencari kebenaran dan keadilan
4) Memutus
berdasarkan keyakinan hati nurani
5) Sanggup
mempertanggungjawabkan kepada Tuhan
·
Di luar kedinasan
1) Saling harga
menghargai
2) Tertib dan
lugas
3) Berpandangan
luas
4) Mencari
saling pengertian
3.
CANDRA = Bijaksana / Berwibawa
·
Dalam kedinasan
1) Berkepribadian
2) Bijaksana
3) Berilmu
4) Sabar dan
Tegas
5) Berdisiplin
6) Penuh
pengabdian pada pekerjaan
·
Di luar kedinasan
1) Dapat
dipercaya
2) Penuh rasa
tanggung jawab
3) Menimbulkan
rasa hormat
4) Anggun dan
berwibawa
4.
SARI = Berbudi luhur /
berkelakuan tidak tercela
·
Dalam kedinasan
1) Tawakal dan
Sopan
2) Ingin
meningkatkan pengabdian dalam tugas
3) Bersemangat
ingin maju
4) Tenggang
rasa
·
Di luar kedinasan
1) Berhati-hati
dalam pergaulan hidup
2) Sopan dan
susila
3) Menyenangkan
dalam pergaulan
4) Tenggang rasa'
5) Berusaha
menjadi teladan bagi masyarakat sekelilingnya
5.
TIRTA = Jujur
·
Dalam kedinasan
1) Jujur
2) Merdeka =
tidak membeda-bedakan orang
3) Bebas dari
pengaruh siapa pun juga
4) Tabah
·
Di luar kedinasan
1) Tidak boleh
menyalahgunakan kepercayaan dan kedudukan
2) Tidak boleh
berjiwa mumpung
3) Waspada
Berdasarkan
kode etik tersebut diatas, Ahmad telah melanggar beberapa perlambang atau sifat
hakim yaitu :
1. Jika dikaitkan dengan Perlambang atau sifat hakim
yaitu Cakra. Hal ini menunjukan bahwa Ahmad telah melanggar Perlambang atau
sifat hakim yang seharusnya adil, berprasangka baik atau tidak memihak, bersungguh-sungguh
mencari kebenaran dan keadilan, dan memutus berdasarkan keyakinan hati nurani karena sikap Ahmad yang berpihak
kepada Budi dalam kasus tersebut.
2. Jika dikaitkan dengan Perlambang atau sifat hakim
yaitu Candra. Ahmad telah menunjukan sikapnya yang tidak dapat dipercaya. Hal
ini dapat dilihat dengan sikap Ahmad yang menuruti keinginan Bunga untuk
menjadi Mejelis Hakim dalam perkara kasus tersebut.
3. Jika dikaitkan dengan Perlambang atau sifat hakim
yaitu Tirta. Hal ini sangat jelas menunjukan bahwa Ahmad sudah berprilaku tidak
jujur, dengan tetap
melanjutkan kasus tersebut tanpa mengundurkan diri meskipun ia mengetahui bahwa
Budi merupakan kerabatnya.
B.
Ahmad
selaku Hakim, menerima permintaan Bunga untuk mengadili perkara Budi, namun
Ahmad tidak mengetahui bahwa Budi merupakan keluarganya.
Jika
Ahmad tidak mengetahui Budi merupakan keluarganya, maka pelanggaran kode etik
yang dilakukan oleh Ahmad sebagai Hakim adalah sebagai berikut.
Analisa Kasus Berdasarkan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun
2009
tentang Kekuasaan Kehakiman.
Apabila
merujuk pada Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 tentang
Kekuasaan Kehakiman, kasus ini telah melanggar beberapa pasal dalam Undang -
Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 yaitu :
1. Pasal
3 ayat (2) Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 yang
berbunyi; “Segala campur tangan dalam
urusan peradilan oleh pihak lain di luar kekuasaan kehakiman dilarang, kecuali
dalam hal-hal sebagaimana dimaksud dalam Undang - Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.” Berkaitan dengan kasus tersebut bahwa Bunga dan Budi
ingin mencampuri urusan peradilan, yang dalam hal ini Bunga dan Budi sebagai
pihak lain di luar kekuasaan kehakiman,
melalui perantara dan persetujuan dari Ahmad sebagai Hakim yang sangat
bertentangan dengan Pasal 3 ayat (2) Undang - Undang Republik Indonesia Nomor
48 Tahun 2009.
Analisa Kasus Berdasarkan
Kode Etik Hakim
Dalam
hal yang berkaitan dengan kasus diatas mengenai Kode Etik Kehakiman tentang
etika melakukan tugas jabatan, perbuatan Ahmad telah bertentangan dengan kode
etik bebas dari pengaruh siapapun, tidak menyalahgunakan kepercayaan, kedudukan
dan wewenang untuk kepentingan pribadi atau golongan. Berdasarkan kode etik
ini, Ahmad selaku hakim telah terpengaruh oleh istrinya yaitu Bunga yang
memintanya untuk menjadi Ketua Majelis Hakim dalam perkara tersebut, dalam hal
ini Ahmad telah menyalahgunakan kedudukan dan wewenangnya sebagai hakim demi
kepentingan pribadi atau golongan.
Analisa Kasus
Berdasarkan Nilai Moral Kehakiman
Adapun nilai moral yang terkandung dalam profesi hakim antara lain;
1.
Nilai Kemandirian
Disini terkandung nilai profesi hakim
adalah profesi yang mandiri, yang dalam melaksanakan tugasnya tidak boleh
dipengaruhi oleh pihak manapun. Begitu pula seorang hakim dalam menjalankan
tugasnya tidak boleh dipengaruhi oleh pihak manapun. Hal ini memperjelas bahwa
untuk mendukung terlaksananya tugas-tugas profesi hakim maka diperlakukannya
kemandirian hakim. Namun harus kita ketahui bahwa kemandirian ini adalah bukan
dengan identik dengan kebebasan yang mengarah kepada kesewenang-wenangan. Tentu
hal ini kembali kepada kemandirian moral dan keberanian moral. Dimana
kemandirian secara moral berarti tidak dapat dipengaruhi oleh siapa pun,
sedangkan keberanian moral adalah kesetiaan terhadap suara hati nurani yang
menyatakan sedia untuk menanggung resiko konflik. Dimana berdasarkan kasus diatas
apabila dilihat pada penafsiran kasus pertama, Ahmad jelas tidak sesuai dengan
moral daripada hakim itu sendiri. Hal ini dikarenakan Ahmad telah dipengaruhi
oleh pihak luar dimana dalam hal ini ialah Bunga, istri Ahmad sendiri.
2.
Nilai
Pertanggungjawaban
Sikap pertanggungjawaban ini berdimensi
vertical dan horizontal. Dimana secara vertical berarti bertanggungjawab kepada
Tuhan Yang Maha Esa. Dan secara horizontal berarti bertanggungjawab kepada
sesama manusia, baik kepada lembaga peradilan maupun kepada masyarakat luas.
Berdasarkan kasus diatas apabila dilihat pada penafsiran kasus pertama, jelas
bahwa Ahmad telah tidak memenuhi pertanggungjawaban yang berdimensi vertikal
dan horizontal tersebut, dimana perbuatan Ahmad itu sendiri merupakan perbuatan
tercela yang telah melanggar ajaran Agama dan telah membohongi lembaga
peradilan maupun masyarakat luas dengan cara membantu menangani kasus yang
diajukan oleh pihak keluarganya sendiri yakni Budi.
3.
Nilai Kejujuran
Dimana kejujuran pada dasarnya hal yang
berhubungan dengan pengertian tentang kebenaran terutama berkaitan dengan
bidang hukum dan moral. Kejujuran sendiri merupakan kebajikan yang mengatiur
semua kehendak yang jujur dan terdapat dalam pergaulan masyarakat, terutama
hubungan antar individu. Sehingga setiap penegak hukum dalam hal ini ialah
hakim perlu kejujuran dalam menegakkan hukum. Berdasarkan kasus diatas, jelas
bahwa Ahmad telah melakukan perbuatan tidak jujur dimana ia tidak hanya
membohongi dirinya sendiri tetapi juga telah membohongi lembaga peradilan yang
ada.[7]
[5] Fadly.2014. ”Kode Etik Hakim”. URL : http://fadliyanur.blogspot.co.id/2008/01/kode-etik-hakim.html,
diakses tanggal 3 Mei 2016.
[6] Supriadi,S.H.,M.Hum, 2006, “Etika dan Tanggung jawab Profesi Hukum Di
Indonesia”. Palu. Halaman 116
Comments
Post a Comment