Sejarah Hukum Adat


2.1 HUKUM ADAT
Secara etimologis istilah hukum adat terdiri dari dua kata, yaitu hukum dan adat. Menurut SM. Amin, hukum adalah kumpulan peraturan yang terdiri dari norma-norma dan sanksi-sanksi yang bertujuan mengadakan ketertiban dalam pergaulan manusia sehingga keamanan dan ketertiban terpelihara. Sedangkan adat adalah merupakan pencerminan daripada kepribadian sesuatu bangsa, merupakan salah satu penjelmaan daripada jiwa bangsa yang bersangkutan dari abad ke abad.
Hukum adat merupakan suatu istilah nyang diterjemahkan dari bahasa Belanda. Pada mulanya hukum adat dinamakan “ adat recht ‘ oleh Snouck Hurgronje dalam bukunya yang berjudul “ de Atjehers” yang berarti “orang-orang aceh”. Alasan snouck Hurgronje memberi judul tersebut, karena pada masa penjajahan Belanda, orang Aceh sangat berpegang teguh kepada hukum adat yang dimasukkan dalam hukum adat. Sementara van Vollenhoven dalam bukunya yang berjudul “ Het Adatrecht Van Nederlandsche Indie” yang artinya hukum adat Hindia-Belanda. Alasan Van Vollenhoven memberi judul tersebut karena ia menganggap masyarakat Indonesia banyak yang menganut hukum Hindia-belanda, melalui buku ini Van Vollenhoven dianggap sebagai bapak hukum adat oleh masyarakat Indonesia.  
Dalam ranah pemikiran Arab kontemporer, adat atau tradisi diartikan dengan warisan budaya, pemikiran, agama, sastra, dan kesenian yang bermuatan emosional dan ideologis. Hukum adat berasal dari kata ‘hukum’ dan ‘adat’ . kata hukum berasal dari kata bahasa arabhuk’m dan kata ’adat’ berasal dari kata adah.  Oleh karena itu, pengertian hukum Adat menurut Prof. Dr. Soepomo, SH. adalah hukum yang tidak tertulis di dalam peraturan legislatif meliputi peraturan yang hidup meskipun tidak ditetapkan oleh yang berwajib tetapi ditaati dan didukung oleh rakyat berdasarkan atas keyakinan bahwasanya peraturan-peraturan tersebut mempunyai kekuatan hukum.

Batasan bidang yang menjadi objek kajian hukum Adat meliputi:
a) Hukum Negara,
b) Hukum Tata Usaha Negara,
c) Hukum Pidana,
d) Hukum Perdata, dan
e) Hukum Antar Bangsa Adat

Di masyarakat, wujud hukum adat , yaitu:  
1. Hukum yang tidak tertulis (jus non scriptum), merupakan bagian yang terbesar,
2. Hukum yang tertulis (jus scriptum), hanya sebagian kecil saja, misalnya peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan oleh raja dahulu seperti pranatan-pranatan          di Jawa.
3. Uraian hukum secara tertulis. Uraian ini merupakan suatu hasil penelitian yang dibukukan.

2.2  SEJARAH HUKUM ADAT
Paling tidak ada tiga kategori periodesasi hal penting ketika berbicara tentang sejarah hukum adat, yaitu:
A. Sejarah proses pertumbuhan atau perkembangan hukum adat itu sendiri. peraturan adat istiadat kita ini pada hakikatnya sudah terdapat pada zaman pra hindu.
B. Sejarah hukum adat sebagai sistem hukum dari tidak/belum dikenal hingga sampai dikenal            dalam            dunia   ilmu     pengetahuan.
C. Sejarah kedudukan hukum adat sebagai masalah politik hukum di dalam system perundang-undangan di Indonesia pada periode ini.
                Faktor  yang    mempengaruhi di samping faktor astronomis–iklim–dan geografis–kondisi alam–serta watak bangsa yang bersangkutan, maka faktor-faktor terpenting yang mempengaruhi proses perkembangan hukum        adat adalah:
A. Magis dan Animisme
alam pikiran mistis-magis serta pandangan hidup animistis-magis sesungguhnya dialami oleh tiap bangsa di dunia ini. faktor pertama ini khususnya mempengaruhi dalam empat hal, sebagai berikut:
1) pemujaan roh-roh leluhur,
2) percaya adanya roh-roh jahat dan baik,
3) takut kepada hukuman ataupun pembalasan oleh kekuatan gaib, dan
4) dijumpainya orang orang yang oleh rakyat dianggap dapat melakukan hubungan
     dengan kekuatan-kekuatan gaib
B.  Agama
1) Agama Hindu. pengaruh terbesar agama ini terdapat di bali meskipun pengaruh dalam         hukum adatnya sedikit sekali.
2) Agama Islam. pengaruh terbesar nyata sekali terlihat dalam hukum perkawinan.
3) Agama Kristen. hukum perkawinan kristen diresepsi dalam hukum adatnya.
C . kekuasaan yang lebih tinggi daripada persekutuan hukum adat. 
kekuasaan itu adalah kekuasaan yang meliputi daerah-daerah yang lebih luas daripada wilayah satu persekutuan hukum, seperti misalnya kekuasaan raja-raja, kepala kuria, nagari.
D. hubungan   dengan            orang-orang    ataupun kekuasaan asing
faktor ini sangat besar pengaruhnya. hukum adat yang semula sudah meliputi segala bidang kehidupan hukum, oleh kekuasaan asing–kekuasaan penjajahan belanda–menjadi terdesak sedemikian rupa hingga akhirnya praktis menjadi bidang perdata material saja.
Latar Belakang
            Hukum adat merupakan hukum asli Indonesia yang tidak terkodifikasi dalam peraturan perundang-undangan nasional. Hukum yang sejak dahulu telah ditaati oleh masyarakat adat di berbagai daerah di Indonesia, dan di akui hingga sekarang sebagai salah satu hukum yang sah, hukum yang sepenuhnya berlaku di Tanah Air. Saat ini, hukum adat masih diterapkan oleh berbagai masyarakat adat Indonesia, hukum yang mengatur perihal warisan adat, perkawinan adat, dan hal-hal lain yang mengatur regulasi dalam suatu budaya kultural. Jenis hukum tertua yang pernah dimiliki oleh Indonesia sampai saat ini masih diterapkan oleh masyarakat, dan diakui oleh negara. Mengapa hukum adat, hukum yang sudah tua masih tetap digunakan oleh masyarakat dan juga diakui oleh pemerintah? Apa landasan yang telah digunakan untuk menetapkan hukum adat dapat digunakan oleh masyarakat? Apa dasar yuridis berlakunya hukum adat di Indonesia?
Masa Hindia Belanda
            Berawal dari zaman penjajahan, hukum adat sangat kental di dalam diri tiap pribumi. Karena belum terbiasa dengan hukum barat yang telah ditetapkan oleh Belanda, maka dibuatlah sistem hukum pluralisme atau Indische Staatsregeling (IS) agar penduduk golongan eropa, timur asing, dan pribumi dapat menyesuaikan dengan hukum masing-masing.
            Dalam Indische Staatsregeling, salah satu dasar hukum yang menjelaskan berlakunya hukum adat terdapat pada Pasal 131 ayat (2) huruf a menjelaskan hukum yang berlaku bagi golongan eropa, bahwa untuk hukum perdata materiil bagi golongan eropa berlaku asas konkordansi, artinya bagi orang eropa pada asasnya hukum perdata yang berlaku di negeri Belanda akan dipakai sebagai pedoman dengan kemungkinan penyimpangan-penyimpangan berhubung keadaan yang istimewa, dan juga pada Pasal 131 ayat (2) huruf b yang menjelaskan hukum yang berlaku bagi golongan Indonesia asli atau pribumi dan golongan timur asing, yang pada intinya menjelaskan bagi golongan pribumi dan timur asing berlaku hukum adat masing-masing dengan kemungkinan penyimpangan dalam hal:
1.      Kebutuhan masyarakat menghendakinya, maka akan ditundukan pada perundang-undangan yang berlaku bagi golongan eropa.
2.      Kebutuhan masyarakat menghendaki atau berdasarkan kepentingan umum, maka pembentuk ordonansi dapat mengadakan hukum yang berlaku bagi orang Indonesia dan timur asing atau bagian-bagian tersendiri dari golongan itu, yang bukan hukum adat bukan pula hukum eropa melainkan hukum yang diciptakan oleh Pembntuk UU sendiri.
Jadi pada intinya, di masa Hindia Belanda terdapat delegasi kewenangan atau perintah untuk mengkodifikasikan hukum bagi pribumi dan timur asing.
Masa Penjajahan Jepang
            Pada masa penjajahan Jepang juga terdapat regulasi yang mengatur tentang hukum adat di Indonesia, yaitu pada Pasal 3 UU No.1 Tahun 1942 yang menjelaskan bahwa semua badan pemerintah dan kekuasaanya, hukum dan UU dari pemerintah yang dahulu tetap diakui sah buat sementara waktu saja, asal tidak bertentangan dengan peraturan militer.
            Arti dari Pasal tersebut adalah hukum adat yang diatur pada saat masa penjajahan Jepang sama ketika pada masa Hindia Belanda, tetapi harus sesuai dengan peraturan militer Jepang dan tidak boleh bertentangan. Pada hakikatnya, dasar yuridis berlakunya hukum adat pada masa penjajahan Jepang hanya merupakan ketentuan peralihan karena masanya yang pendek.
Masa Pasca Kemerdekaan
            Dasar hukum berlakunya dan diakuinya hukum adat di Indonesia juga diatur setelah Indonesia merdeka. Contohnya pada Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 yang berbunyi “Segala badan negara dan peraturan yang masih berlaku selama belum diadakan yang baru menurut UUD ini” menjelaskan bahwa dalam pembentukan regulasi peraturan mengenai hukum adat yang lebih jelas, maka dasar hukum sebelumnya yang tetap digunakan untuk perihal berlakunya hukum adat.
            Pada Pasal 104 ayat (1) UUDS 1950 pun juga terdapat penjelasan mengenai dasar berlakunya hukum adat. Pasal tersebut menjelaskan bahwa segala keputusan pengadilan harus berisi alasan-alasannya dan dalam perkara hukuman menyebut aturan-aturan Undang-Undang dan aturan-aturan hukum adat yang dijadikan dasar hukuman itu. Terdapat juga pada Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 pasca dekrit presiden 5 Juli 1959 Ranah Undang-Undang dan Pasal 3 UU No. 19 Tahun 1964 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman yang berbunyi “Hukum yang dipakai oleh kekuasaan kehakiman adalah hukum yang berdasarkan Pancasila, yakni yang sidatnya berakar pada kepribadian bangsa” dan Pasal 17 ayat (2) yang menjelaskan bahwa berlakunya hukum tertulis dan hukum tidak tertulis.
Era Reformasi
            Di zaman modern,  Setelah amandemen kedua UUD 1945, tepatnya pada Pasal 18B ayat (2), hukum adat dihargai dan diakui oleh negara, Pasal tersebut berbunyi “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat berserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.”. Pasal tersebut telah membuktikan bahwa dasar yuridis berlakunya hukum adat di Indonesia ada, dan diakui oleh pemerintah.
            Tak hanya itu, dalam beberapa Undang-Undang juga mengatur keberlakuan hukum adat. Contoh dalam Undang-Undang Pokok Agraria, lebih tepatnya pada Pasal 5 yang berbunyi “Hukum agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa, dengan sosialisme Indonesia serta dengan peraturan-peraturan yang tercantum dalam Undangundang ini dan dengan peraturan perundangan lainnya, segala sesuatu dengan mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama.”. Dasar yuridis tersebutlah yang dapat menjelaskan berlakunya hukum adat secara sah di Indonesia. Hukum adat adalah hukum yang yang harus diperjuangkan karena ia merupakan hukum tertua yang telah dimiliki Indonesia dan juga karena Indonesia merupakan bangsa yang sangat kaya dengan keanekaragaman budaya, suku, dan ras, dan dengan hukum adat, maka segala kepentingan masyarakat adat dapat diayomi olehnya, untuk Indonesia yang lebih baik.


Comments

Popular posts from this blog

Perbedaan Surat atas Tunjuk (Aan Toonder) dan Surat atas Pengganti (Aan Order)

Resume Penggolongan Kesatuan Masyarakat Hukum Adat

Analisa Kasus Etika dan Tanggung Jawab Profesi (Kasus 3)